Kamis, 10 Januari 2013
MENCETAK GENERASI EMAS
MENGHARAPKAN GENERASI EMAS MELALUI
KIPRAH GURU
(Wurdono : Jakarta)
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2012,
Mendikbud telah menyatakan bahwa kurun waktu 2010 hingga 2035 bangsa Indonesia akan
dianugerahi karunia sumber daya manusia, berupa populasi usia produktif yang
jumlahnya besar. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak
Indonesia merdeka tersebut, dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik,
populasi usia produktif tersebut, maka
akan menjadi bonus demografi yang sangat berharga.
Perlu ada upaya sistematis dan terencana agar penduduk
dengan populasi usia produktif yang
besar tersebut menjadi keunggulan bangsa Indonesia di mata dunia.
Perlu keberpihakan pengambil kebijakan dalam mengalokasikan sumber daya agar
berpihak kepada program untuk mempersiapkan generasi muda agar menjadi generasi
yang terdidik, cakap, terampil, dan memiliki etos dan sikap hidup yang baik. Dalam
situasi sekarang ini, persaingan semakin tajam. Dalam persaingan ada pihak yang
menang dan ada yang kalah meskipun akhirnya ada “win-win solution” namun tetap
saja ada perbedaan antara yang memenangkan persaingan dengan yang tidak mampu
bersaing. Pemenang persaingan adalah mereka yang memiliki kompetensi yang
cukup. Sebuah bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mencetak SDM yang
kompeten yang akan memenangkan persaingan. Apalagi jelang 100 tahun kemerdekaan
Republik Indonesia di mana populasi penduduknya mayoritas adalah usia
produktif, jika usia produktif ini kurang kompeten maka malapetaka akan
ditanggung oleh bangsa kita. Lalu bagaimanakah kondisi bangsa kita sekarang?
Kondisi Faktual
Hingga saat
ini patut prihatin menyaksikan kondisi bangsa Indonesia. Berdasarkan pengamatan
dalam berbagai aspek, kondisi faktual bangsa kita saat ini dapat dilihat dari
kondisi berikut ini : (1) Generasi yang daya
imajinasi idealistiknya rendah;
(2) Angkatan kerja yang tidak siap
berkompetisi di era global;
(3) Birokrasi yang lamban, korup, tidak kreatif; (4) Pelaku ekonomi yang tidak siap
bermain fair & apa adanya; (5) Masyarakat yang
mudah bertindak anarkis; (6)
Sumber daya
alam (khususnya hutan) yang
rusak parah; (7) Cendekiawan
yang hipokrit; (8) Hutang luar
negeri yang tak tertanggungkan; (9) Semakin
banyaknya tokoh/pemimpin yang rendah moral; (10) Ego
kedaerahan yang meluas di kalangan masyarakat.
Kondisi ini mengisyaratkan kearah potensi
“kekalahan” dalam kompetisi global. Kondisi ini adalah buah dari sebuah proses
panjang pendidikan bangsa ini yang tidak lahir begitu saja. Kondisi ini dibentuk
oleh sebuah proses pendidikan formal, non formal, dan informal, yang tumbuh dari akumulasi nilai-nilai local
dan pengaruh budaya dunia, mengkristal menjadi sebuah kebiasaan sehingga
berwujud menjadi perilaku dan budaya .
Memperbaiki kondisi ini menjadi tugas bersama pengelola
bangsa Indonesia, terutama para guru sebagai agen perubahan dan leading sector
dalam pendidikan nasional, yang diberi amanah mendidik anak bangsa sebagaimana
yang diamanahkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Upaya mencetak
genarasi bangsa ini terletak pada pundak para pendidik khususnya guru, meskipun orang tua peserta didik dan
masyarakat juga memiliki tanggungjawab yang tidak kalah besar. Guru Indonesia
yang telah menjadi pekerjaan profesi bertanggungjawab penuh terhadap masa depan
pendidikan dan generasi bangsa Indonesia. Guru Indonesia menghadapi tantangan
sekaligus peluang yang sama besarnya.
Bagaimana Mempersiapkan Generasi?
Melalui berbagai penelitian para
ahli pendidikan dan psikologi bahwa keberhasilan seseorang pada umumnya tidak
ditentukan oleh kecerdasan intelegensi semata, bahkan lebih banyak ditentukan
oleh kecerdasan emosionalnya. Daniel Goleman, menyebutkan bahwa keberhasilan seseorang dalam
hidup 20% ditentukan oleh kecerdasan inteligensinya (IQ) dan 80% ditentukan
oleh kecerdasan emosionalnya (EQ). Faktanya banyak tamatan sebuah
sekolah/perguruan tinggi yang ketika sekolah/kuliah nilai akademisnya bagus
ternyata ketika berkarir tidak lebih bagus ketimbang tamatan yang nilai
akademisnya sedang-sedang saja.
Dalam konteks percaturan dunia, secara umum kita melihat bahwa bangsa yang
maju bukan ditentukan oleh kekayaan Sumber Daya Alamnya, umur bangsanya, agama
bangsanya, warna kulitnya, atau bukan pula oleh kecerdasannya. Ternyata bangsa
yang maju lebih banyak ditentukan oleh sikap hidup bangsanya, oleh etos kerja
bangsanya.
Sikap/perilaku
bangsa sebuah negara dibentuk oleh sikap/perilaku masyarakatnya yang dibentuk
sepanjang masa melalui pendidikan dan kebudayaan. Sikap hidup negara maju pada umumnya
mengikuti prinsip-prinsip kehidupan yang kondusif, seperti : (1) etika dalam
hidup sehari-hari, (2) kejujuran dan integritas, (3) tanggung jawab, (4)
memiliki etos kerja yang tinggi, (5) mencintai pekerjaan, (6) hormat pada
aturan dan hukum masyarakat, (7) hormat pada hak orang lain, (8) memiliki
motivasi untuk sukses, (9) berusaha keras untuk hidup hemat dan investasi, (10)
menghargai waktu, (11) sabar dan tidak mudah mengeluh.
Kalau dicermati sebelas karakter
bangsa maju tersebut sebenarnya sudah tertuang di dalam tujuan pendidikan
nasional yang tertuang pada Bab II pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional, yaitu : pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk peserta didik (1) berwatak
dan beradab, (2) cerdas, (3) beriman dan betakwa, (4) berakhlak mulia, (5)
sehat, (6) berilmu, (7) cakap, (8) kreatif, (9) mandiri, (10) demokratis, dan
(11) bertanggung jawab.
Oleh karena itu pendidikan
harus seimbang antara pengembangan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Bahkan
pengelolaan pendidikan harus lebih banyak memberikan program pengembangan nilai-nilai
sikap dan kepribadian, di samping pengembangan aspek pengetahuan dan
keterampilan peserta didik mengingat pengalaman dan data empiris bahwa sikap hidup/etos kerja lebih dominan
mengantar sukses seseorang.
Penanaman
sikap akan efektif jika dimulai sejak usia dini. Saat ini pendidikan usia dini
sering kali terabaikan dan dipandang tidak penting. Kenyataannya di
kota-kota tengah terjadi anak usia dini lebih
banyak dididik oleh para baby sitter atau “pembantu rumah tangga”. Ini sedang
menggejala seiring dengan terbuka peluang kaum ibu berkarir di luar rumah. Pada
usia remaja, anak dihadapkan pada pergaulan luar rumah yang juga tidak
kondusif. Minimnya keteladanan di masyarakat membuat anak belajar di dua sisi yang berbeda, di sekolah/rumah
ditebarkan dan diajarkan nilai-nilai kebenaran dan tata krama yang baik namun
di luar rumah mereka melihat kehidupan yang “bebas” nilai. Akhirnya pada usia
dewasa generasi kita menjadi manusia yang lebih banyak menuntuk haknya ketimbang melaksanakan kewajibannya.
Bagaimana Sikap Guru?
Pada situasi dan kondisi ini guru
Indonesia memiliki tugas yang sangat berat apalagi tugas besar memenangkan
persaingan dunia terutama saat penduduk Indonesia di mana usia produktif berada
pada komposisi terbesar. Guru Indonesia harus terus ditingkatkan kompetensinya.
Undang-undang telah mengatur bagaimana guru harus menguasai kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi
profesional.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa
seseorang peserta didik harus diutamakan pengembangan aspek sikapnya, maka guru
pun seharusnya ditekankan pada aspek kepribadian seorang guru. Kode etik guru
menyebutkan bahwa seorang guru adalah sosok yang harus selalu dapat “digugu”
dan “ditiru” dalam situasi dan kondisi apa pun , artinya sosok guru adalah
seseorang yang harus tampil menjadi teladan di mana saja berada. Masyarakat pun
hingga saat ini menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap guru yang menjadi
teladan.
Dalam situasi sekarang ini keberadaan
guru menjadi tidak mudah. Kepribadian guru dituntut agar senantiasa tampil
sebagai sosok yang ideal sebagai seorang agen perubahan, baik dari aspek
keilmuan maupun aspek sikap. Pergeseran tata nilai akibat pengaruh global tidak
semua bernilai positif bahkan cenderung negatif yang mempengaruhi tata nilai,
kebiasaan, dan tingkah laku peserta didik.
Kondisi ini menunut guru untuk selalu beradaptasi dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta memahami nilai-nilai global agar mampu
memberikan solusi terhadap permasalahn internal peserta didik.
Oleh karena itu seorang guru wajib melakukan refleksi akan
tugas-tugasnya untuk kembali membuat komitmen terhadap tugas sebagai guru.
Komitmen tugas sebagai guru ini sangat penting sebagai bekal guru di
tengah-tengah budaya negatif yang berkembang sebagaimana kondisi faktual yang
disebutkan di atas, sehingga guru dapat berdiri kokoh di tengah-tengah situasi
yang perlu dibenahi.
Sebagai wujud adanya komitmen tugas guru maka seorang guru
perlu membekali diri dan bersedia untuk bersikap : (1) memiliki pengetahuan
agama yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif;
(2) meningkatkan kualialitas keilmuan secara berkelajutan; (3) zuhud dalam
kehidupan, mengajar dan mendidik untuk mencari ridho Allah swt; (4) bersih
jasmani dan rohani; (5) pemaaf, penyabar, dan jujur; (6) berlaku adil terhadap
peserta didik dan semua stakeholders pendidikan, (7) memiliki watak dan sikap
robbiniyah (pendidik) yang tercermin dalam pola piker, ucapan, dan tingkah
laku; (8) tegas bertindak, professional, dan proporsional; (9) tanggap terhadap
berbagai kondidisi dan perubahan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan,
dan pola pikir peserta didik; dan (10) menumbuhkan kesadaran diri sebagai
penyampai kebenaran (da’i).
Ternyata tugas guru dan tantangan tugas sebagi
guru tidaklah mudah. Di depan mata para guru terhampar tantangan. Namun dengan memperkuat komitmen dan meningkatkan
kompetensi kita berharap tugas mulia itu bisa ditunaikan. Wallahu a’lam
bishawab. (Jkt : 06102102). Selasa, 08 Januari 2013
PEMBINAAN REMAJA
AKHLAKUL
KARIMAH : SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN REMAJA
(Wurdono/DKM
Al-Barkah, Kelapa Dua)
Pengantar
Sejak zaman dahulu sampai sekarang remaja selalu menjadi
pusat perhatian setiap komponen masyarakat seperti orang tua, organisasi sosial,
agama, masyarakat umum, dan lainnya. Bahkan remaja menjadi perhatian bangsa dan negara di mana pun. Besarnya
perhatian dari berbagai kalangan ini disebabkan karena banyaknya ekspektasi
(harapan) dari berbagai kalangan dengan banyaknya potensi yang dimiliki oleh remaja.
Harapan-harapan itu di
antaranya, orang tua berharap remaja
menjadi anak yang berbakti dan pahlawan keluarga. Pendidik berharap agar remaja
menjadi anak yang cerdas (intelek) dan bermoral. Agama berharap remaja menjadi
orang yang beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia. Masyarakat umum berharap
agar remaja menjadi calon pemimpin dalam organisasi, menjadi pencipta kedamaian
dan ketertiban. Sedangkan harapan bagi bangsa dan negara adalah pelanjut
pembangunan bangsa ke depan yang berkualitas, kontrol sosial agen perubahan,
atau pelopor dan pelaksana kegiatan yang berbasis kemasyarakatan dan umat.
Namun kenyataannya remaja sering kurang menyadari potensi dirinya
yang begitu besar, sering melakukan penyimpangan perilaku berupa premanisme,
hura-hura, konsumsi obat-obat terlarang, seks bebas, tawuran, dan lain-lain.
Untuk mewujudkan harapan- harapan tersebut di atas, perlu langkah-langkah
strategis. Upaya-upaya yang dilakukan selama ini misalnya, menekankan pembinaan
remaja di lingkungan keluarga dan melalui pendidikan formal (sekolah). Di
samping itu, pemerintah juga giat mengadakan seminar atau pelatihan mengenai
remaja dan membentuk organisasi remaja di bawah naungan instansi tertentu.
Demikian pula masyarakat umum membentuk berbagai macam lembaga atau organisasi
pemuda, baik yang berciri sosial kemasyarakatan, pendidikan, agama, politik,
maupun lembaga pemuda yang bercirikan aliran tertentu.
PENGERTIAN REMAJA
Dalam berbagai literatur definisi tentang remaja
bermacam-macam, namun secara sederhana orang menyebutkan bahwa remaja itu adalah manusia yang berada pada batas usia
sesudah masa anak-anak dan belum dewasa. Batasan remaja menurut usia kronologis, yaitu antara
13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22
tahun.
Ada juga yang membagi remaja berdasarkan kelompok,
yaitu :
a. Remaja awal : antara 11
hingga 13 tahun
b. Remaja pertengahan: antara
14 hingga 16 tahun
c. Remaja akhir: antara 17
hingga 19 tahun.
Usia sesudah remaja adalah pemuda. Usia pemuda ada yang menyebutkan antara
20 sampai dengan 40 tahun.
Apapun definisinya, yang terpenting perlu diketahui bersama bahwa masa remaja adalah
masa transisi dari masa anak-anak akan menuju ke masa dewasa, karena itu
memiliki banyak permasalahan yang disebabkan oleh adanya tuntutan psikologis
dan biologis. Karena itu perlu penanganan secara bersama-sama oleh semua unsur
masyarakat.
MASALAH-MASALAH REMAJA
Ada minimal tiga badai yang akan mengguncang
masa remaja ini. Pertama, badai otoritas. Pada masa ini remaja cenderung
bersikap mudah terpengaruh (dependen).
Remaja akan banyak diterpa oleh otoritas-otoritas lain yang mampu memengaruhi
sikapnya. Independensi didapat melalui penghargaan atas otoritas orang tua,
teman sebaya, guru maupun orang yang dituakan.
Kedua, badai rangsangan emosi. Remaja
menunjukkan emosi yang labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan emosi
di luar dirinya. Remaja akan terdorong bertindak agresif hanya dengan
dipanas-panasi oleh teman sepermainannya. Ketiga, badai ego. Remaja cenderung
menunjukkan keakuannya pada orang lain. Kebutuhan untuk diakui bisa menjerat
remaja pada tindakan yang dilarang oleh norma. Dengan kata lain, remaja bisa
saja melakukan tindakan yang melanggar norma asal dirinya bisa diakui oleh
orang lain. Tiga badai di atas sangat memungkinkan remaja terantuk pada posisi
oleng : melakukan berbagai perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada
di masyarakat.
Pada zaman ini, ada badai besar yang bisa
menggulung siapa saja yang tidak cakap mengendalikannya, yakni badai informasi.
Memang, tidak hanya remaja saja yang akan terpengaruh oleh badai informasi ini.
Tapi, badai informasi akan melengkapi ancaman tiga badai seperti tersebut di
atas. Ciri adanya badai ini adalah makin tidak terbendungnya arus informasi
seiring dengan makin mudah didapatnya teknologi informasi. Remaja bisa dengan
mudah memamah informasi tentang apapun. Bisa dipastikan, hampir semua remaja di
kota sudah familier dengan handphone, bahkan bisa berganti-ganti model sesuai
tren terbaru. Internet sudah bisa diakses sampai ke pelosok, di mana saja dan
kapan saja. Internet menyediakan beragam informasi dan pengetahuan sesuai
kebutuhan penggunanya hanya dengan satu dua kali menekan tuts keyboard.
Televisi menjadi penyedia layanan informasi yang paling banyak dikonsumsi, terlebih
banyak handphone yang sudah memiliki fasilitas gambar hidup itu. Media cetak
beragam jumlahnya dan mampu memenuhi beragam hobi dan minat setiap orang.
Derasnya informasi yang mengalir ke segala penjuru ruang sosial di masyarakat tentunya akan memengaruhi pengguna informasi itu. Informasi yang dikenyam akan memengaruhi cara pandang, sikap, perilaku, gaya hidup, dan kebiasaan seseorang. Sebagai misal, belajar tidak harus tatap muka langsung dalam kelas tapi bisa dengan jarak jauh via internet (e-learning). Berdiskusi tidak harus bersua langsung tapi bisa lewat mailinglist. Belanja tidak harus ke supermarket tapi tapi dapat dilakukan dalam kamar dengan menggunakan jasa belanja online. Berkirim kabar tidak lagi harus pakai surat via pos tapi bisa langsung pakai layanan pesan singkat (sms) atau e-mail.
Sikap yang menyimpang akibat pengaruh badai
tersebut di atas dapat diinventarisasi dalam berbagai kasus seperti (1) tawuran
antar remaja/ pelajar, (2) arogansi, (3) hura-hura, (3) geng, (4) tindak
kriminal, (5) melawan aturan/ hukum, (6) seks/ pergaulan bebas, (7) minuman
keras, (8) obat terlarang, (9) berbohong, (10) meninggalkan tugas/ kewajiban,
dan lain-lain.
PEMBINAAN AKHLAK SEBAGAI SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN REMAJA
Banyaknya permasalahan remaja, perlu disadari oleh remaja. Bahwa
badai-badai permasalahan yang terus mengikis nilai-nilai idealisme, nilai-nilai
kebenaran, harus dicegah sehingga masa depan remaja akan cerah sebagaimana
harapan orang tua, guru, agama, masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Remaja
perlu merefleksikan/ merenungkan masa depannya dan perlu bangkit, semangat,
untuk menjemput masa depan cerah yang terhampar luas. Jalan keluar menjemput
masa depan cerah tersebut melalui jalan agama, melalui perbaikan akhlak.
Mengapa harus akhlak? Rasulallah SAW bersabda : “Hanya saja aku
diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak” (HR : ……..). Pada hadits lain
disebutkan : “Tidak beragama bagi orang yang tidak baik akhlaknya” (HR :….).
Jika difahami kedua hadits ini maka fungsi utama agama (Islam) adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia.
Akhlak diartikan dengan prilaku seseorang secara spontan dengan
dilandasi oleh nilai-nilai agama. Nilai-nilai yang melekat pada akhlak
dilandasi oleh nilai-nilai agama, sehingga akhlak akan bersifat universal dan
permanen. Hal ini berbeda dengan moral yang lebih bersifat lokal, dengan
nilai-nilainya dilandasi oleh budaya dan adat istiadat, karena itu moral
cenderung bersifat lokal dan mengalami perubahan seiring dengan perubahan
zaman. Contoh, dalam berpakaian menurut ajaran Islam (akhlak) bahwa berpakaian
itu harus menutupi aurat. Pernyataan ini selain menutup bagian-bagian yang
secara syar’I harus ditutup pakaian juga tidak boleh menampakkan lekuk tubuh.
Tentang model pakaian diserahkan kepada zamannya. Sedangkan menurut moral,
pakaian itu yang penting pantas sesuai adat istiadat dan budaya di mana manusia
itu hidup. Maka tidak heran jika pakaian manusia primitive cukup memakai
sehelai kain atau hanya memakai koteka. Bahkan karena moral ini tergantung pada
budaya maka tidak menutup kemungkinan suatu saat manusia berpakaian seperti
zaman primitive dahulu kala.
Perhatikan firman Allah SWT : “Dan janganlah kamu campakan
dirimu
ke dalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri. Dan
berbuat baiklah, sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik”. (QS . 2:195.
1.
Akhlak terhadap Allah SWT
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah
sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya,
pencipta jagad raya dengan segala isinya , Allah adalah pengatur alam semesta
yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam
kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal ini mengakar
dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa
Allah-lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah :
a. Taat terhadap perintah-perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah berfirman (QS.4:65): “Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rosulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda (yang artinya): “Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan Sunnah).” (HR.Abi Ashim al-syaiban)
b. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.
Rasulullah SAW pernah bersabda (yang artinya):
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya),
“ Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya”.(HR. Muslim)
c. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya.
Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah :
a. Taat terhadap perintah-perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah berfirman (QS.4:65): “Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rosulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda (yang artinya): “Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Qur’an dan Sunnah).” (HR.Abi Ashim al-syaiban)
b. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.
Rasulullah SAW pernah bersabda (yang artinya):
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya),
“ Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya”.(HR. Muslim)
c. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya.
d. Senantiasa bertaubat kepada-Nya.
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’an Allah berfirman(QS.3:135):
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui.”
e. Obsesinya adalah keridhaan Ilahi.
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT.
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam ‘kelupaan’ sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’an Allah berfirman(QS.3:135):
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui.”
e. Obsesinya adalah keridhaan Ilahi.
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT.
f. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. baik ibadah yang bersifat mahdhah, atauppun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS.51:56):
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
g. Banyak membaca Al-Qur’an.
Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya.
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. baik ibadah yang bersifat mahdhah, atauppun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS.51:56):
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
g. Banyak membaca Al-Qur’an.
Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya.
2. Akhlak terhadap Rasulallah SAW
Seorang
muslim meyakini bahwa Rasulallah, Muhammad SAW, adalah seorang manusia agung
yang maksum. Beliau yang membawa ajaran yang benar yang menuntun manusia ke
dalam keselamatan dunia dan akhirat. Karena itu seluruh ucapannya dan
perbuatannya harus kita jadikan rujukan dalam beribadah dan bermuamalah.
Beliau
telah menjelaskan seluruh ajaran yang Allah wahyukan kepadanya. Tidak satu pun
ajaran yang membawa manusia ke surge atau peringatan masuk neraka melainkan
telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kita tidak boleh menambah-nambah
amalan dan tata cara beribadah tanpa contoh darinya. Apalagi kita berkata dusta
atas namanya, ancamannya adalah hukuman yang sangat berat yaitu siksa neraka.
3.
Akhlak terhadap Kedua Orang Tua
Mengingat keterbatasan waktu maka akhlak
kepada kedua orang tua didahulukan
pembahasannya. Hal ini dikarenakan pentingnya seorang remaja memiliki
akhlak mulai terhadap kedua orang
tuanya.
“Ridho Allah adalah ridho kedua orang tuanya
dan murka Allah karena murka kedua orang tuanya”.
Begitu terhormatnya kedudukan orang tua maka
Allah melarang seorang anak hanya berkata “Uh..” kepada kedua orang tuanya. “(QS.
17 : 23-24). Dan janganlah kamu berkata ufh, dan katakanlah …..”
- Patuh dan taat kepada perintahnya
- Hormat dan merendahkan suara saat berbicara
- Merawat kedua orang tua saat mereka sudah tua
- Selalu mendoakan kedua orang tua
Ada dosa yang
sanksinya didahulukan di dunia ini,
yaitu durhaka kepada kedua orang tua. (Wallahu’alam bishshawab)
Langganan:
Postingan (Atom)
Nengokin Cucu via Gambar
Kakak dan adik itu sudah bisa bergaya, lihat si adik mengikuti gaya si kakak. Semoga slalu akur, dan menjadi anak-anak sholehah. Kecer...

-
Semangat untuk mendidik anak-anak sejak usia dini pada diri ibu-ibu PKK RW 06 Kelapa Dua begitu besar. Semangat itu akhirnya terwujud dengan...
-
Semoga pak Direktur Pembinaan SMK bapak Mustaghfirin Amin segera diberikan kesembuhan oleh Allah swt. Aamiin.
-
Kakak dan adik itu sudah bisa bergaya, lihat si adik mengikuti gaya si kakak. Semoga slalu akur, dan menjadi anak-anak sholehah. Kecer...